Jangan biarkan kegelapan kembali datang jangan biarkan kaum wanita kembali diperlakukan semena-mena. - R.A. Kartini
Foto Kartini (ditengah) Bersama Keluarga
(Sumber foto: Kompas.com)
Kartini merupakan seorang Pahlawan Indonesia yang memperjuangkan hak serta kebebasan perempuan.
Dia merupakan tokoh emansipasi, yang berupaya supaya perempuan Indonesia dapat bersama merasakan pembelajaran seperti laki- laki, tidak wajib selamanya berurusan dengan dapur saja.
Dia yakin kalau dengan mengenyam pembelajaran, perempuan hendak lebih maju.
Table Of Contents
Raden Ajeng Kartini Djojo Adhiningrat lahir dalam keluarga bangsawan. Perihal tersebut, dia beruntung dapat mengenyam pembelajaran di ELS( Europese Lagere School, setara SD) sampai umur 12 tahun.
Kartini giat serta semangat bersekolah sampai dia sanggup baca tulis, berhitung, dapat bahasa Belanda, serta menekuni banyak perihal lain.
Sayang, masa sekolahnya mesti terhenti sebab dia mesti tinggal di rumah guna dipingit serta siap dinikahkan. Adat kala itu mewajibkan perempuan menunggu pria yang nanti tiba buat melamarnya.
Senantiasa patuh menjajaki vonis orang tua, Kartini tidak patah semangat serta terus belajar sepanjang masa pingitnya.
Dia belajar tentang hal baru dengan
membaca novel, membaca pesan berita Eropa, mengasah keahlian berbahasa
Belanda, serta bertukar cerita ataupun komentar dengan sahabatnya yang
terdapat di Belanda.
Dari situlah dia sadar kalau warga Indonesia
spesialnya perempuan, sangat tertinggal dalam bermacam aspek.
Dia memandang perempuan pribumi yang ditatap sebelah mata, sangat berbeda dengan perempuan Eropa yang telah lebih maju serta mempunyai pemikiran terbuka.
Kartini berniat
bulat guna mampu tingkatkan derajat serta menyetarakan hak dan status
perempuan Indonesia, sama dengan laki- laki.
Dilansir dari sebagian sumber, berikut sifat- sifat
dia yang bisa kita teladani serta amalkan di masa saat ini.
6 Sifat Teladan Kartini yang Dapat Kita Tauladani
Cerdas dan Berwawasan Luas
Meski menyudahi sekolah sehabis usia 12 tahun serta dipingit, Kartini senantiasa semangat menekuni hal- hal baru di saat diam di rumah.
Melalui
kotak teks langganan bapaknya( leestrommel), dia memperkaya pengetahuan
melalui novel, koran, serta majalah dari dalam ataupun luar negara.
Bacaannya pula bermacam tema dari sosial, politik, sampai sastra.
Sepanjang
dipingit, Kartini bersama adik- adiknya pula bahagia belajar menggambar,
membatik, memasak, berlatih Bahasa Belanda, serta bermain piano.
Wawasannya
pula terus menjadi luas, sebab dia kerap berbagi pengalaman melalui pesan
menyurat bersama temannya di Belanda, semacam pada Rosa Abendanon serta
Estella Zeehandelaar.
Kartini memperlihatkan kalau belajar tidak
wajib dari sekolah saja. Kalian dapat menekuni banyak perihal dari mana
juga, terlebih di masa saat ini kita gampang sekali memperoleh akses
belajar.
Dengan mengenali banyak perihal, benak kita hendak terus menjadi
kritis, terbuka, serta maju.
Sama halnya dengan pengalaman dari
Tara Westover dalam bukunya bertajuk Terdidik( Educated) tentang
keberhasilannya menggapai pembelajaran doktoral, sementara itu masa kecilnya
tidak sempat mengenyam pembelajaran resmi.
Memiliki Semangat yang tinggi & Pantang Menyerah
Ketika bersekolah, dia sering diejek oleh guru Belanda karena dia seorang wanita dan memiliki kulit yang berwarna. Meski begitu, ia tetap rajin dan semangat belajar untuk mencoba maju ke kecerdasan anak -anak Belanda lainnya.
Orang-orang Belanda itu menertawakan dan mengejek kebodohan kami, tetapi kami berusaha maju, kemudian mereka mengambil sikap menantang kami. Betapa banyaknya duka cita dahulu semasa kanak-kanak di sekolah, para guru dan banyak di antara kawan mengambil sikap permusuhan kepada kami. Kebanyakan guru itu tidak rela memberikan nilai tertinggi pada anak Jawa, sekali pun si murid berhak menerima. - (Surat kepada Estella Zeehandelaar, 12 Januari 1900, dikutip pada ilovelife.co.id)
Demi wanita Indonesia di sekolah-sekolah Kartini membuka untuk anak
perempuan yang tinggal di sekitar rumahnya. Dia mengajar membaca, menulis,
menghitung, bernyanyi, dan keterampilan lainnya.
Setelah Pingit
Kartini dan adik-adiknya selesai, mereka diizinkan oleh ayah untuk membuka
sekolah bagi masyarakat di Distrik Pendapa.
Patuh dan Menghormati Orang Tua
Pandangan Kartini sangat berbeda dari orang tuanya. Pertama ketika dia
diminta untuk berhenti sekolah dan dipingit di rumah hanya untuk menunggu
seorang pria datang untuk menikah dengannya.
Kemudian ketika dia
dilarang pergi ke Belanda atau Batavia untuk belajar, dan akhirnya ketika
pernikahan yang diatur oleh orang tuanya. Meski begitu, dia masih
menghormati sikap dan menerima keputusan orang tuanya.
Kartini
tidak menentang, dia bersedia berkorban dan mengurangi ego untuk tetap taat
kepada orang tuanya.
Selain itu ia juga terus mencoba mencapai
tujuannya. Menghormati orang lain berarti kita bisa menghormatinya. Bersedia
berkorban juga berarti kami lebih peduli dengan kepentingan bersama daripada
orang tersebut.
Berani dan Optimis
Perbedaan pendapat dengan orang tua atau masyarakat, tidak membuat Kartini
berhenti mencari cara untuk memperluas wawasan.
Keberaniannya
untuk melanggar berbagai aturan, dan optimis bahwa apa yang dia lakukan
dapat memiliki dampak besar, terbukti dengan hasil di mana wanita Indonesia
sekarang bisa mendapatkan hak yang sama dengan pria.
Melalui
tulisan dan surat -suratnya, Kartini juga menyuarakan apa yang dirasakan dan
dipikirkan, bahwa wanita harus meninggalkan rumah, belajar, dan mengejar
cita -cita, tidak hanya merawat rumah tangga.
Admin benar -benar
setuju! Wanita Indonesia tidak boleh takut untuk mencapai mimpi, berani
berbicara, dan mendapatkan semua yang Anda inginkan!
Sederhana dan Rendah Hati
Terlahir sebagai keturunan bangsawan, tidak membuatnya sombong atau hidup
dengan mewah.
Bahkan, ia menolak perilaku bangsawan lain yang
menggunakan status dan gelar mereka untuk menindas orang -orang di bawahnya.
Dia bahkan suka nongkrong dan berteman dengan siapa pun.
Karena
ibu kandungnya hanya selir dari orang biasa, aturan feodal membuatnya tidak
menyebut kata "ibu" tetapi dengan kata "mbakyu", sementara ibunya menyebut
kartini "ndoro".
Aturan itu juga membuat adik -adiknya harus berjalan berjongkok, beribadah, membungkuk, dan terdengar lembut ketika berbicara dengannya.
Bagi saya ada dua macam bangsawan, ialah bangsawan fikiran dan bangsawan budi. Tidaklah yang lebih gila dan bodoh menurut pendapat saya dari pada melihat orang yang membanggakan asal keturunannya - (Surat kepada Estella Zeehandelaar, dikutip pada ilovelife.co.id)
Berjiwa Sosial dan Penuh Kasih Sayang
Kartini benar-benar peduli dengan orang-orang di sekitarnya. Dia mengajar anak -anak kecil yang tidak seberuntung dirinya sendiri, untuk terus mendapatkan pendidikan.
Dia juga selalu memandang bahwa manusia diciptakan
untuk mencintai dan mencintai satu sama lain.
Sikap ini dapat
diterapkan dengan memperhatikan hal -hal kecil di sekitar kita, dan
meningkatkan empati dengan orang lain, sehingga orang juga bahagia.